Jakarta, Lembarankita.com – Bright Gas 3 kg atau gas pink ramai dibicarakan di tengah transisi pengecer ke pangkalan untuk distribusi subsidi Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kg atau gas melon. Adapun foto gas pink dengan label non-subsidi beredar luas di media sosial.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Achmad Muchtasyar mengatakan, keberadaan gas pink 3 kg menjadi bagian dari penambahan suplai LPG di pasar. Ia pun membantah cap non-subsidi pada gas pink 3 kg.
Adapun gas pink 3 kg dengan keterangan non-subsidi diletakkan pada saat uji coba tahun 2018. Pertamina sendiri menjual LPG ukuran 5,5 kg dan 12 kg untuk kategori non-subsidi.
Adapun saat ini, Muchtasyar mengatakan pihaknya masih berupaya mempercepat proses transisi pengecer ke pangkalan LPG 3 kg. Ia mengatakan, transisi ini diperlukan untuk dapat mengontrol harga subsidi.
Ia bahkan menyebu, status pengecer LPG 3 kg yang selama ini diandalkan masyarakat merupakan ilegal. Pengecer LPG 3 kg dinilai menyebabkan distribusi LPG 3 kg tidak tepat sasaran.
“Pengecer itu apa sih sebetulnya statusnya? Sebetulnya ilegal itu, sebetulnya. Di situlah pintu masuk LPG itu tidak tepat sasaran. Maksudnya orang yang tidak berhak untuk mendapatkan,” kata Muchtasyar kepada wartawan di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (3/2/2025).
Ia mengatakan, jika masyarakat membeli LPG 3 kg di pangkalan resmi Pertamina maka harga yang didapatkan akan jauh lebih murah dibandingkan di pengecer. Hal ini dikarenakan ada sejumlah aturan yang ditetapkan terkait harga.
“Kalau pengecer nggak ada, nggak bisa kontrol. Pengecer itu nggak bisa kontrol, mau jual lebih mahal, mau jual ke orang yang tidak berhak, terserah saja atau mau dioplos, yang ekstrem ya, terserah saja, tapi dengan menjadi pangkalan, dia menerapkan sistem-sistem kontrol. Nah, kontrol, sistem kontrol itu paling rendah di pangkalan,” tutupnya.