Jakarta, Lembarankita.com – Situasi terkini di jazirah Arab kembali memanas. Sejumlah perkembangan terjadi di Timur Tengah, khususnya karena eskalasi Israel dan Palestina.
Hamas “mengamuk” menghentikan pembebasan sandera karena serangan Israel yang menewaskan tiga orang di kantong Palestina itu. Sementara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyebut tak akan mengizinkan warga Gaza kembali ke sana.
Kemungkinan peperangan terjadi lagi kini mencuat setelah Israel melanggar gencatan senjata pasca kematian tiga warga Gaza, Minggu. Hamas menghentikan pembebasan sandera Israel di Gaza hingga pemberitahuan lebih lanjut, Senin, menunjuk Israel perlu memenuhi “kewajibannya”.
“Pembebasan sandera berikutnya… yang dijadwalkan Sabtu depan, 15 Februari 2025, akan ditunda hingga pemberitahuan lebih lanjut,” kata seorang juru bicara sayap bersenjata Hamas, Brigade Ezzedine al-Qassam, Abu Ubaida, dikutip AFP, Selasa (11/2/2025).
“Pertukaran sandera-tahanan menunggu kepatuhan pendudukan (Israel) dan pemenuhan kewajiban minggu lalu secara retroaktif,” ujarnya.
Pernyataan tersebut dikeluarkan pula di tengah rencana bertemunya para negosiator perdamaian Gaza dalam beberapa hari mendatang di Qatar untuk membahas penerapan fase pertama gencatan senjata selama 42 hari, serta kemungkinan fase berikutnya yang belum diselesaikan. Pembicaraan tentang fase kedua dimaksudkan untuk memulai hari ke-16 gencatan senjata, tetapi Israel menolak untuk mengirim negosiatornya ke Doha untuk itu.
Menteri Pertahanan Israel Israel Katz mengatakan pengumuman Hamas merupakan “pelanggaran total” terhadap perjanjian gencatan senjata. Ini, klaimnya menandakan bahwa pertempuran dapat dilanjutkan.
“Saya telah menginstruksikan IDF (militer) untuk bersiap pada tingkat kewaspadaan tertinggi untuk setiap kemungkinan skenario di Gaza,” kata Katz dalam sebuah pernyataan pernyataan.
Militer Israel kemudian mengatakan bahwa mereka telah meningkatkan “tingkat kesiapan” di sekitar Gaza. Termasuk memutuskan untuk memperkuat wilayah tersebut secara signifikan.
Sementara itu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengindikasikan “pengusiran warga Palestina di Gaza selamanya”. Ia mengatakan warga Palestina tidak akan memiliki hak kembali ke Jalur Gaza berdasarkan usulannya untuk membangun kembali daerah kantong itu, meski bertentangan dengan ucapan pejabatnya sendiri, Menteri Luar Negeri Marco Rubio, yang telah menyarankan warga Gaza hanya akan direlokasi sementara.
Dalam kutipan wawancara Fox News yang dirilis pada hari Senin, Trump menambahkan bahwa ia pikir ia dapat membuat kesepakatan dengan Yordania dan Mesir untuk mengambil alih warga Palestina yang mengungsi. Ia mengatakan AS memberi kedua negara “miliaran dan miliaran dolar setahun”.
Saat ditanya apakah warga Palestina akan memiliki hak untuk kembali ke Gaza, Trump mengatakan “Tidak, mereka tidak akan melakukannya karena mereka akan memiliki perumahan yang jauh lebih baik”. Ia menegaskan “Saya berbicara tentang membangun tempat permanen untuk mereka” seraya menambahkan bahwa “akan butuh waktu bertahun-tahun bagi Gaza untuk dapat dihuni lagi”.